LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGI TEKNOLOGI TEKNOLOGO PENDIDIKAN

A.      Pendahuluan
Teknologi pendidikan muncul menjadi isu seiring dengan perkembangan kehidupan manusia dan kebutuhan akan pendidikan dan pembelajaran. Awalnya Teknologi Pendidikan dianggap sebagai  bidang  garapan yang terlibat  dalam penyiapan  fasilitas belajar  (manusia) melalui penelusuran, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis seluruh sumber-sumber belajar; dan melalui pengelolaan seluruh proses ini (AECT 1972). Dan pada akhirnya diartikan sebagai studi dan praktek etis dalam memfasilitasi proses pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan mencipatakan, menggunakan, dan mengatur proses teknologi dan sumber daya yang cocok (AECT, 2004).

B.       Pembahasan
1.    Pengertian Teknologi pendidikan
Ada beberapa pendapat tentang masalah pengertian teknologi pendidikan antara lain:
Teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Techne dan logos. Techne diartikan sebagai cara, pengetahuan, keahlian, keterampilan. Logos adalah ilmu.
Teknologi pendidikan diartikan sebagai hardware  yang menunjang kegiatan dalam sistem pembelajaran.
Teknologi pendidikan juga diartikan sebagai keseluruhan komponen yang ada dalam sebuah sistem pendidikan, baik peralatan-peralatan media teknologi maupun teknik-teknik pengembangan yang selalu progres menuju sebuah proses pembelajaran.[1]
2.    Landasan Filosofi
Filsafat adalah pengetahuan dan pemikiran tentang kebenaran dan tentang arti keberadaan sesuatu.
Teknologi pendidikan telah terkembang sebagai salah satu disiplin yang berdiri sendiri. Perkembagan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau yang dijadikan patokan pembeneran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi: ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usha atau prinsip intlektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (miarso,2004)[2]
Sejumlah asumsi dimunculkan sebagai dasar patokan pembenaran untuk menentukan gejala yang diamati yaitu :
(a)      Ilmu pengetahuan berkembang pesat, dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangannya.
(b)     Pertambahan jumlah penduduk, implikasi semakin banyak yang membutuh pendidikan.
(c)      Perubahan sosial, ekonomi, politik, industri, dan budaya, implikasi re-edukasi pendidikan (terus menerus)
(d)     Budaya dan penyebaran teknologi semakin luas, termasuk didalamnya bidang pendidikan.
(e)      Semakin terbatasnya sumber tradisional, menuntut adanya sumber baru dan pemanfaatan sumber terbatas secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Dari serangkaian implikasi yang muncul dari asumsi diatas, maka diperlukan suatu telaah khusus, hal ini dijadikan telaah/penggarapan dalam teknologi pendidikan yang tidak digarap dalam bidang ilmu lain. Itulah yang menjadi alasan mengapa landasan teknologi pendidikan perlu dipersoalkan.[3]
1.        Ontologi
Ontologi menalaah “kenapa disiplin ilmu teknologi pendidika ada? Atau dengan kata lain, “apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan?”.
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri sesorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, dan dengan cara bagaimana saja.[4]
Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28). Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.[5]
2.        Epistemologi
Landasan epistrimologi menelaah bagaimana suatu pengetahuan diperoleh. Pertama-tama yang dilakukan adalah menelaah secara simultan keseluruhan masalah belajar dan upaya mencegahnya. Kemudian, unsur-unsur yang berkepentigan diintergrasikan dalam suatu proses kompleks yang sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, nilai, dan dikelola sebagai suatu kesatuan untuk memecahkan masalah. Fungsi-fungsi tersebut dilakukan dengan digabungkan secara sinergis sehingga masing-masing fungsi tidak berjalan secara sendiri.
Cara memperoleh ilmu pengetahuan dalam teknologi pendidikan (epistimologi teknologi pendidikan) menurut Miarso (2007; 62) dilakukan dengan cara:
a)        Isomerik, penggabungan berbagai disiplin menjadi kebulatan tersendiri.
b)        Sistematik, berurutan, terancan dan terarah.
c)        Sinergistik, berdaya lipat atau nilai tambah.
d)       Sistemik, menyeluruh atau komprehensip
e)        Inovatif,sesuatu baru dan belum ada sebelumnya
f)         Intregatif, terjalin dalam suatu sistem atau struktur dan tidak terpisahkan[6]
Pendapat lain megatakan:
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
a)        Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah.
b)        Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
c)        Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (2007) untuk mendapatkan teknoogi pendidikan adalah dengan cara:
a)        Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar
b)        Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
c)        Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar[7]
3.        Aksiologi
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras, 2007).
Azas manfaat atau aksiologi dari teknologi pendidikan dapat dinyatakan dengan pendapat Mentri Pendidikan dan akebudayaan Daoed Joesoef dalam lokarnya Nasional pendidikan diyokyakarta Pada tahun 1982 sebagai berikut:­­­­­­­­
“Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena kebutuhan real yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu (i) tekat mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar, (ii) keharusan meninggkatkan mutu pendidikan berupa: penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagi sarana pendidikan, peningkatkan tenaga penggajar lewat berbagai bentuk pendidikan berbagai sarana pendidikan serta latihan; (iii) penyempurnaan sistem pendidikan dengan peneliitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan jamaah dan kebutuhan pembangunan; (iv) peningkatan partisifasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatn berbagai wadah dan sumber pendidikan;(v)penyempurnaan pelaksanaan intraksi antara pendidikan dan pembangunan dimana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan.”
Pertanyaan kebijakan tersebut pada saat ini terwujudkan, baik bebagai konsep maupun berbagai bentuk atau pola penlembagaan pendidikan. Konsep tersebut bahkan telah dilakukan dengan ketentuan perundangan dan peraturan. Paling tidak punya lima konsep dalam teknologi pendidikan yang telah diintergrasi dalam sistem pendidikan dan tertuag dalam undang-undang Sisdiknas dan turunannya. Ke lima konsep itu adalah: pembelajaranya yang berpusat kepada peserta didik, sumber belajar yang beraneka ragam, pendekatan dari bawah dalam mengelola kegiatan belajar dan implikasinya dalam suatu pendidikan, sistem pendidikan terbuka dan multi makna, dan pendidkan jarak jauh.[8]
Berikut ini adalah beberapa kegunaan potensial teknologi pendidikan (Miarso)
a)        meningkatkan produkfitas pendidikan
-            Memeperlaju penahapan belajar
-            Membantu guru menggunakan waktu secara lebih baik
-            Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi
b)        Memungkinkan pendidikan yang lebih indidvidual
-            Mengguragi kontrol guru yang kaku dan tradisional
-            Manusia Memberi kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya
c)        Memberikan dasar pengajaran yang ilmiah
-            Perencanaan program pembeljaran yang lebih sistemstik
-            Megembangkan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang tingkah laku
d)       Lebih memantapkan pengajaran
-            Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
-            Menyajikan informasi dan data secara lebih konkret
e)        Memungkan belajar secara lebih akrab
-            Meguragi jurang pemisah antara pelajaran dan diluar sekolah
-            Memberikan pengetahuan tentang pertama
f)         Memungkan penyajian pendidkan lebih luas dan merata
-            Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas
-            Penyajian informasi menembus batas geografi[9]

3.    landasan Psikologi
Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subjek dan objek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.[10]
Di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode mengajar yang ilmiah, diharapkan proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilanya. Inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan. Sebuah obsesi bahwa pada suatu saat, mengajar atau mendidik itu sebagai satu  teknologi yang dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya (Prawiradilaga, 2008). Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang sistematik dan kritis tentang poses belajar mengajar. Dalam pengembangan teknologi pendidikan diperlukan teori psikologi (pesikologi pendidikan dan psikologi belajar). Karena subjek ari teknologi pendidikan adalah manusia (peserta didik).
Aplikasi psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan yang menyangkut dengan aspek aspek prilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individu namun juga sebagai mahluk sosial dengan kata lain manusia sebagai mahluk yang unik. Maka dari itukajian teori dalam psikologi dalam teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motifasi, perasaan serta karastritik individu lainnya. Dan stratetegi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi pendidikan.
 Menurut Snelbecker dalam miarso perkembangan beberapa posisi psikologi terhadap pendidikan yang lebih sistematik dan ilmiah, berlangsung pada sikitar tahun 1950-an. Perkembangan ini diberi nama dengan “teknologi pembelajaran” oleh mereka yang memilih pendekatan deduktif dalam menyusun teori, dan disebut “teknologi pembelajaran” oleh mereka yang memilih pendekatan yang pragmatis dengan terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah besar fakta. Dari pendapat Snelecker ini dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi pembelajaran merupakan pendekatan sistematik dan ilmiah dari psikologi terhadap masalah pendidikan. Dengan mengutip pendapat Siegel, selanjutnya Snelbecker mengemukakan kegunaan teori atau teknologi: 1) dapat mengusahakan perbaikan praktik pendidikan seperti yang berlangsung sekarang ini; 2) mampu memprediksi evektif tidaknya suatu inovasi, dan karena itu memberikan bahan pertimbangan pada para pengelola pendidikan untuk menentukan kebijakan; 3) mengarahkan penelitian untuk masa-masa mendatang secara lebih sistematis (Miarso, 2007).
Teori belajar dan aplikasinya dalam pembelajaran.
a.       Teori Behaviorisme (tingkah laku/ prilaku)
Behaviorisme  didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar dalam akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan kepada siswa, sedangkan respon berupa berubahan yang terjadi pada siswa. (dalam Sukoharjo, 2009:33). Menurut baharudin dan Wahayun (2008:87) Bahwa aliran behafioistik memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon.
Implikasi terhadap pendidikan adalah sebagai berikut: 1) prilaku terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat tahapan dan dalam pelaksanaanya harus ada ganjaran dan disiplinan. 2) motifasi belajar dari luar (external) dan harus terus menerus dilakukan agar motivasi tetap terjaga. 3) metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin ilmu tertentu. 4) tujuan kurikurel berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademik serta tingkah laku sosial. 5) pengelola kelas berpusat pada guru dengan itraksi sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. 6) untuk mengefektifkan belajar maka dilakukan dengan cara menyusun program secara rinci dan bertingkat sesuai serta mengutamakan penguasaan bahan atau keterampilan. 7) peserta didik cendrung pasif. 8) kediatan peserta didik diarahkan pada pemahiran keterampilan melalui pembiasaan setahap demi setahap demi setahap secara rinci.[11]

C.      Penutup
1.    Kesimpulan
b.    Pengertian Teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Techne dan logos. Techne diartikan sebagai cara, pengetahuan, keahlian, keterampilan. Logos adalah ilmu.
c.    Landsan filosofi Teknologi pendidikan ialah;
1.        Ontologi menalaah “kenapa disiplin ilmu teknologi pendidika ada? Atau dengan kata lain, “apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan? sedangkan Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia.
2.        Landasan epistrimologi menelaag bagaimana suatu pengetahuan diperoleh. Pertama yang dilakukan adalah menelaah secara simultan keseluruhan masalah belajar dan upaya mencegahnya. Kemudian, unsur-unsur yang berkepentigan diintergrasikan dalam suatu proses kompleks yang sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, nilai, dan dikelola sebagai suatu kesatuan untuk memecahkan masalah.
3.        Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value)
d.   Aplikasi psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan yang menyangkut dengan aspek aspek prilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar.
Aplikasi teorinya dalam belajar adalah teori behavioristik.

2.    Refrensi
Harjali, Teknologi Pendidikan, ponorogo, STAIN Po PRESS, 2011
http///E:/education/tugas2.landasan.psikologi.pendidikan«.arerariena.htm, 24 sebtember 2012, 15:00


[1] http://www.blog.landasan.teknologi.pendidikan.html/
[2] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 39)
[4] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 40-42)
[6] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 43)
[8] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 43-44)
[9] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 45-46)
[10] http///E:/education/tugas2.landasan.psikologi.pendidikan«.arerariena.htm
[11] Harjali, teknologi Pendidikan,  (hlm 46-50)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel