LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGI TEKNOLOGI TEKNOLOGO PENDIDIKAN
Wednesday, March 7, 2018
A.
Pendahuluan
Teknologi pendidikan muncul menjadi isu seiring
dengan perkembangan kehidupan manusia dan kebutuhan akan pendidikan dan
pembelajaran. Awalnya Teknologi Pendidikan dianggap sebagai bidang garapan
yang terlibat dalam penyiapan fasilitas belajar (manusia)
melalui penelusuran, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis
seluruh sumber-sumber belajar; dan melalui pengelolaan seluruh proses ini (AECT
1972). Dan pada akhirnya diartikan sebagai studi dan praktek etis dalam
memfasilitasi proses pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan mencipatakan,
menggunakan, dan mengatur proses teknologi dan sumber daya yang cocok (AECT,
2004).
1.
Pengertian
Teknologi pendidikan
Ada beberapa pendapat tentang masalah pengertian
teknologi pendidikan antara lain:
Teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Techne dan
logos. Techne diartikan sebagai cara, pengetahuan, keahlian, keterampilan. Logos
adalah ilmu.
Teknologi pendidikan diartikan sebagai hardware yang menunjang kegiatan dalam sistem
pembelajaran.
Teknologi pendidikan juga diartikan sebagai
keseluruhan komponen yang ada dalam sebuah sistem pendidikan, baik
peralatan-peralatan media teknologi maupun teknik-teknik pengembangan yang
selalu progres menuju sebuah proses pembelajaran.[1]
2.
Landasan
Filosofi
Filsafat adalah pengetahuan dan pemikiran tentang
kebenaran dan tentang arti keberadaan sesuatu.
Teknologi pendidikan telah terkembang sebagai salah
satu disiplin yang berdiri sendiri. Perkembagan tersebut dilandasi oleh
serangkaian kaidah atau yang dijadikan patokan pembeneran. Secara falsafi, dasar
keilmuan itu meliputi: ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok
telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah
lain; epistemologi yaitu usha atau prinsip intlektual untuk memperoleh
kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai
menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai
moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (miarso,2004)[2]
Sejumlah asumsi dimunculkan sebagai dasar patokan
pembenaran untuk menentukan gejala yang diamati yaitu :
(a) Ilmu
pengetahuan berkembang pesat, dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk
mengikuti perkembangannya.
(b) Pertambahan
jumlah penduduk, implikasi semakin banyak yang membutuh pendidikan.
(c) Perubahan
sosial, ekonomi, politik, industri, dan budaya, implikasi re-edukasi pendidikan
(terus menerus)
(d) Budaya
dan penyebaran teknologi semakin luas, termasuk didalamnya bidang pendidikan.
(e) Semakin
terbatasnya sumber tradisional, menuntut adanya sumber baru dan pemanfaatan
sumber terbatas secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Dari serangkaian implikasi yang muncul dari asumsi
diatas, maka diperlukan suatu telaah khusus, hal ini dijadikan
telaah/penggarapan dalam teknologi pendidikan yang tidak digarap dalam bidang
ilmu lain. Itulah yang menjadi alasan mengapa landasan teknologi pendidikan
perlu dipersoalkan.[3]
1.
Ontologi
Ontologi
menalaah “kenapa disiplin ilmu teknologi pendidika ada? Atau dengan kata lain,
“apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan?”.
Obyek formal
teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat
diartikan sebagai perubahan pada diri sesorang atau suatu lembaga yang relatif
menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang
disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja,
dan dengan cara bagaimana saja.[4]
Ontologi
bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld,
1955: 28). Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di
dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan
dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu
teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk
memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya.
Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan
obyek pengalaman.[5]
2.
Epistemologi
Landasan
epistrimologi menelaah bagaimana suatu
pengetahuan diperoleh. Pertama-tama
yang dilakukan adalah menelaah secara simultan keseluruhan masalah belajar dan
upaya mencegahnya. Kemudian, unsur-unsur yang berkepentigan diintergrasikan dalam
suatu proses kompleks yang sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, nilai, dan
dikelola sebagai suatu kesatuan untuk memecahkan masalah. Fungsi-fungsi
tersebut dilakukan dengan digabungkan secara sinergis sehingga masing-masing
fungsi tidak berjalan secara sendiri.
Cara memperoleh
ilmu pengetahuan dalam teknologi pendidikan (epistimologi teknologi pendidikan)
menurut Miarso (2007; 62) dilakukan dengan cara:
a)
Isomerik,
penggabungan berbagai disiplin menjadi kebulatan tersendiri.
b)
Sistematik,
berurutan, terancan dan terarah.
c)
Sinergistik,
berdaya lipat atau nilai tambah.
d) Sistemik,
menyeluruh atau komprehensip
e)
Inovatif,sesuatu
baru dan belum ada sebelumnya
f)
Intregatif,
terjalin dalam suatu sistem atau struktur dan tidak terpisahkan[6]
Pendapat lain
megatakan:
M. Arif berpendapat
bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi
dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
a)
Keseluruhan masalah belajar dan
upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada
diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara
terpisah-pisah.
b)
Unsur-unsur yang berkepentingan
diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistematik yaitu dirancang,
dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan ditujukan untuk
memecahkan masalah.
c)
Penggabungan ke dalam proses yang
kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya
lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan
sendiri-sendiri.
Sedangkan menurut
Abdul Gafur (2007) untuk mendapatkan teknoogi pendidikan adalah dengan cara:
a)
Telaah secara simultan keseluruhan
masalah-masalah belajar
b)
Pengintegrasian secara sistemik
kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
c)
Mengupayakan sinergisme atau
interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar[7]
3.
Aksiologi
Aksiologi
(axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value)
(candilaras, 2007).
Azas manfaat
atau aksiologi dari teknologi pendidikan dapat dinyatakan dengan
pendapat Mentri Pendidikan dan akebudayaan Daoed Joesoef dalam lokarnya
Nasional pendidikan diyokyakarta Pada tahun 1982 sebagai berikut:
“Teknologi pendidikan
perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena kebutuhan real yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu (i) tekat mengadakan perluasan dan
pemerataan kesempatan belajar, (ii) keharusan meninggkatkan mutu pendidikan
berupa: penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagi sarana pendidikan,
peningkatkan tenaga penggajar lewat berbagai bentuk pendidikan berbagai sarana
pendidikan serta latihan; (iii) penyempurnaan sistem pendidikan dengan
peneliitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan jamaah dan kebutuhan
pembangunan; (iv) peningkatan partisifasi masyarakat dengan pengembangan dan
pemanfaatn berbagai wadah dan sumber pendidikan;(v)penyempurnaan pelaksanaan
intraksi antara pendidikan dan pembangunan dimana manusia dijadikan pusat
perhatian pendidikan.”
Pertanyaan
kebijakan tersebut pada saat ini terwujudkan, baik bebagai konsep maupun
berbagai bentuk atau pola penlembagaan pendidikan. Konsep tersebut
bahkan telah dilakukan dengan ketentuan perundangan dan peraturan. Paling tidak
punya lima konsep dalam teknologi pendidikan yang telah diintergrasi dalam
sistem pendidikan dan tertuag dalam undang-undang Sisdiknas dan turunannya. Ke
lima konsep itu adalah: pembelajaranya yang berpusat kepada peserta didik,
sumber belajar yang beraneka ragam, pendekatan dari bawah dalam mengelola
kegiatan belajar dan implikasinya dalam suatu pendidikan, sistem pendidikan
terbuka dan multi makna, dan pendidkan jarak jauh.[8]
Berikut ini adalah
beberapa kegunaan potensial teknologi pendidikan (Miarso)
a)
meningkatkan
produkfitas pendidikan
-
Memeperlaju
penahapan belajar
-
Membantu guru
menggunakan waktu secara lebih baik
-
Mengurangi beban
guru dalam menyajikan informasi
b)
Memungkinkan
pendidikan yang lebih indidvidual
-
Mengguragi
kontrol guru yang kaku dan tradisional
-
Manusia Memberi
kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya
c)
Memberikan dasar
pengajaran yang ilmiah
-
Perencanaan
program pembeljaran yang lebih sistemstik
-
Megembangkan
bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang tingkah laku
d) Lebih
memantapkan pengajaran
-
Meningkatkan
kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
-
Menyajikan
informasi dan data secara lebih konkret
e)
Memungkan belajar
secara lebih akrab
-
Meguragi jurang
pemisah antara pelajaran dan diluar sekolah
-
Memberikan
pengetahuan tentang pertama
f)
Memungkan
penyajian pendidkan lebih luas dan merata
-
Pemanfaatan
bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas
-
Penyajian
informasi menembus batas geografi[9]
3.
landasan
Psikologi
Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari
pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang
sangat sulit dipisahkan. Subjek dan objek pendidikan adalah manusia, sedangkan
psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.[10]
Di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
sekarang ini, para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu
ilmu atau science. Dengan metode mengajar yang ilmiah, diharapkan proses
belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilanya. Inilah yang sedang
diusahakan oleh teknologi pendidikan. Sebuah obsesi bahwa pada suatu saat,
mengajar atau mendidik itu sebagai satu teknologi
yang dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya (Prawiradilaga, 2008).
Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang sistematik dan kritis tentang
poses belajar mengajar. Dalam pengembangan teknologi pendidikan diperlukan
teori psikologi (pesikologi pendidikan dan psikologi belajar). Karena subjek
ari teknologi pendidikan adalah manusia (peserta didik).
Aplikasi psikologi pendidikan dalam teknologi
pendidikan yang menyangkut dengan aspek aspek prilaku dalam ruang lingkup belajar
mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individu namun juga sebagai
mahluk sosial dengan kata lain manusia sebagai mahluk yang unik. Maka dari
itukajian teori dalam psikologi dalam teknologi pendidikan seharusnya
memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari
tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motifasi, perasaan serta karastritik
individu lainnya. Dan stratetegi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu
Teknologi pendidikan.
Menurut
Snelbecker dalam miarso perkembangan beberapa posisi psikologi terhadap
pendidikan yang lebih sistematik dan ilmiah, berlangsung pada sikitar tahun
1950-an. Perkembangan ini diberi nama dengan “teknologi pembelajaran” oleh
mereka yang memilih pendekatan deduktif dalam menyusun teori, dan disebut
“teknologi pembelajaran” oleh mereka yang memilih pendekatan yang pragmatis
dengan terlebih dahulu mengumpulkan sejumlah besar fakta. Dari pendapat
Snelecker ini dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi pembelajaran merupakan
pendekatan sistematik dan ilmiah dari psikologi terhadap masalah pendidikan.
Dengan mengutip pendapat Siegel, selanjutnya Snelbecker mengemukakan kegunaan
teori atau teknologi: 1) dapat mengusahakan perbaikan praktik pendidikan
seperti yang berlangsung sekarang ini; 2) mampu memprediksi evektif tidaknya
suatu inovasi, dan karena itu memberikan bahan pertimbangan pada para pengelola
pendidikan untuk menentukan kebijakan; 3) mengarahkan penelitian untuk
masa-masa mendatang secara lebih sistematis (Miarso, 2007).
Teori belajar dan aplikasinya dalam pembelajaran.
a. Teori
Behaviorisme (tingkah laku/ prilaku)
Behaviorisme
didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena
itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana
lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah
laku dalam belajar dalam akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus
dapat berupa prilaku yang diberikan kepada siswa, sedangkan respon berupa
berubahan yang terjadi pada siswa. (dalam Sukoharjo, 2009:33). Menurut
baharudin dan Wahayun (2008:87) Bahwa aliran behafioistik memandang belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon.
Implikasi terhadap pendidikan adalah sebagai
berikut: 1) prilaku terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus
dilakukan sesuai dengan tingkat tahapan dan dalam pelaksanaanya harus ada
ganjaran dan disiplinan. 2) motifasi belajar dari luar (external) dan harus terus menerus dilakukan agar motivasi tetap
terjaga. 3) metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin
ilmu tertentu. 4) tujuan kurikurel berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademik
serta tingkah laku sosial. 5) pengelola kelas berpusat pada guru dengan itraksi
sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan merupakan tujuan utama
yang hendak dicapai. 6) untuk mengefektifkan belajar maka dilakukan dengan cara
menyusun program secara rinci dan bertingkat sesuai serta mengutamakan
penguasaan bahan atau keterampilan. 7) peserta didik cendrung pasif. 8)
kediatan peserta didik diarahkan pada pemahiran keterampilan melalui pembiasaan
setahap demi setahap demi setahap secara rinci.[11]
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
b. Pengertian
Teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Techne dan logos. Techne diartikan
sebagai cara, pengetahuan, keahlian, keterampilan. Logos adalah ilmu.
c. Landsan
filosofi Teknologi pendidikan ialah;
1.
Ontologi
menalaah “kenapa disiplin ilmu teknologi pendidika ada? Atau dengan kata lain,
“apa (ontologi) yang melandasi adanya disiplin ilmu teknologi pendidikan?
sedangkan Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia.
2.
Landasan
epistrimologi menelaag bagaimana suatu
pengetahuan diperoleh. Pertama yang dilakukan adalah menelaah secara
simultan keseluruhan masalah belajar dan upaya mencegahnya. Kemudian,
unsur-unsur yang berkepentigan diintergrasikan dalam suatu proses kompleks yang
sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, nilai, dan dikelola sebagai suatu
kesatuan untuk memecahkan masalah.
3.
Aksiologi (axiology),
suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value)
d. Aplikasi
psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan yang menyangkut dengan aspek
aspek prilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar.
Aplikasi teorinya dalam belajar
adalah teori behavioristik.
2.
Refrensi
Harjali, Teknologi Pendidikan, ponorogo, STAIN Po
PRESS, 2011
http://fakultasluarkampus.net/2007/07/apa-ontologi-teknologi-pendidikan/,
24 sebtember 2012, 15:33
http://www.candilaras.co.cc/2008/05/dasar-dasar-filosofis-teknologi.html,
26 sebtember 2012, 21:00
http://unikharynizar.multiply.com/journal/item/5/Epistimologi_TP,
24 sebtember 2012, 15:33
http///E:/education/tugas2.landasan.psikologi.pendidikan«.arerariena.htm,
24 sebtember 2012, 15:00
http://www.blog.landasan.teknologi.pendidikan.html/,
26 sebtember 2012, 22:00