Analisis Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina
Sunday, February 4, 2018
Analisis
Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan peserta didik yang berkualitas
aqidah dan akhlak yang sesuai dengan Al-Qu’an dan As-Sunah. Belakangan ini
banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh pendidik saat ini. Dalam proses
pendidikan saat ini harus dikembalikan pada al-Quran dan As-Sunah. Banyak
sekali para filosof Islam yang memberikan pendapatnya dan pandangannya mengenai
pendidikan Islam.
Potensi peserta didik yang ada didalam hati,jasmani,dan jiwa harus perlu
dituntun sesuai dengan hukum Islam. Tidak semua peserta didik memiliki daya
piker jasmani dan rohani yang sama,sehingga para filosof memberikan ide-idenya.
Dengan demikian pemikiran filosof pun dapat digunakan dalam pendidikan saat
ini. Ibnu Sina adalah salah satu tokoh filosof Islam yang sangat terkenal
didunia.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Singkat Ibnu Sina
Pada tahun 370 H (980 M), Ibnu sina dilahirkan di
Afsyana,daerah Bukhara atau di Persia. Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husein bin
Abdullah Ibnu Sina, orang barat menyebutnya “AVICENNA” , umur 10 tahun ia telah
menghafal Al-Quran. Selain terkenal sebagai filosof, juga dikenal dengan juga
dikenal sebagai seorang tabib (dokter) yang ulung. Ilmu kedokteran
dipelajarinya dari Isa bin Yahya seorang Masehi.
Sebelum berumur 16 tahun, ia sudah mahir dalam ilmu
kedokteran, sampai banyak orang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak
hanya menguasai teori kedokteran. Ia tidak pernah bosan membaca buku-buku
filsafat. Dan setiap kali menghadapi kesulitan, ia langsung memohon kepada
tuhan untuk diberi petunjuk. Ternyata permohonannya itu tidak pernah
dikecewakan , sering ia tertidur karena kepayahan membaca.
Pada usia 17 tahun ia terkenalnya Ibnu Sina
dalam lapangan kedokteran sejak ia menyembuhkan penyakit seorang penguasa
daerah Bukhara yakni Nuh bin Mansyur. Selama hidupnya Ibnu Sina penuh dengan
kesibukan bekerja dan mengarang, penuh pula dengan kesenangan dan kesulitan, dan
boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit dingin
(cooling) yang tidak dapat di obati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M) ia
meninggal dunia di hamadzan dalam usia 58 tahun.
B. KARYA IBNU SINA
Meskipun banyak kesibukan dalam
urusan politik, ia berhasil pula mengarang beberapa buku. Kesuburan hasil karya
ini disebabkan karena :
1. Ia pandai mengatur waktu, waktu
siang untuk bekerja di pemerintahan waktu malam untuk mengajar dan mengarang,
bahkan lapangan kesenian pun tidak pula ditinggalkannya.
2. Kecerdasan otak dan
kekuatan ingatan. Sering Ia menulis tanpa memerlukan buku referensi, tidak
kurang dari 50 lembar yang ditulisnya setiap hari.
3. Sebelum ibnu sina, telah hidup
al-parabi yang juga mengarang dan mengulas buku-buku filsafat. Ini berarti
bahwa al-farabi telah meratakan jalan baginya sehingga tidak banyak lagi
kesulitan yang harus dihadapinya.
Buku-buku Ibnu sina dalam lapangan
filsafat yang terkenal antara lain ialah:
ü As-Shifa
ü An-Najah
ü Al-Isharat
ü Al-Hikmah dan
ü Al-Qonun
a.
Asy-Syifa,. Buku ini terdiri atas empat
bagian, pentingn yaitu logika, fisika, matematika dan metafisika
(ketuhanan). Beberapa naskah buku ini tersebar diberbagai perpustakaan barat
dan timur.
b. An- Najat yang merupakan ringkasan buku Asy-
Syifa . Buku ini telah diterbitkan bersama-sama dengan buku Al-Qanun,
mengenai ilmu kedokteran, pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 di
Mesir.
c.
Al-Isyarah, buku inni terakhir dan yang paling
baik. Pernah diterbitkan di Leiden pada tahu 1892, dan sebagian diterjemahkan
kedalam bahasa perancis. Kemudian diterbitkan lagi di Kairo pada tahun 1947 di
bawah pengawasan Dr. Sulaiman Dunia.
d. Al-Qanun orang barat menyebutnya “Canon of
Medicine” yang pernah diterjemahkan kedalam bahasa latin dan pernah menjadi
buku standar untuk unversitas-universitas di eropa sampai akhir abad ke 17 M.
Buku ini pernah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 M dan di India pada tahun
1323 H.
Risalah-risalah
lainnya kebanyakan dalam lapangan filsafat, etika, logika, dan psikologi.
C. HASIL PEMIKIRAN IBNU SINA
Menurut ibnu sina, tiap-tiap al-aql itu menyebabkan
timbulnya tiga keadaan, yaitu selain dengan akal yang berikutnya juga
mengeluarkan jirim langit dan planetnya serta jiwa langit dan planetnya.
Menurut Ibnu Sina, falak itu mempunyai jiwa (nafs), dan jiwa itulah yang
menggerakan falak secara langsung, sedangkan al-aql menggerakan falak itu hanya
dari jauh. Al-aql itu sendiri tetap (permanen) sebab dia terasing (mufariq)
dari benda falaq. Sebaliknya jika nafs berhubungan langsung dengan benda falak.
Selanjutnya menurut Ibnu sina, pada al-aql itu ada suatu hal yang dinamakan
al-khair (kebaikan), dan al-khaair inilah yang menjadi tujuan falak untuk
mencapai kesempurnaan dirinya.
Menurut Ibnu sina selanjutnya, kesempurnaan wujud itu adalah
kesempurnaan yang ada pada al-khair. Sedangkan al-khair tidak terdapat dalam
jirmul falakil aqsha. Maddah (benda) itu senantiasa rindu (isyk) kepada jiwa
(shurah). Dan rindu itulah yang menyebabkan terjadinya bermacam peristiwa dan
berlangsungnya suatu hal.
Shurah (jiwa) yang dirindukan oleh maddah itu oleh Ibnu Sina
digambarkan sebagai topeng yang sangat indah. Dan karena tertarik oleh
keindahan topeng itulah tiap-tiap maddah senantiasa rindu kepada shurah. Karena
adannya isyq (rindu) diantara maddah dan shurah itulah maka kita semua
yang ada dalam alam ini selalu mempunyai keinginan untuk mencapai zat yang
tertinggi ( al-jawahirul-alwiyah).
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah
falsafahnya tentang jiwa. Sebagai Al-Farabi ia menganut paham pancaran. Dari
Tuhan memancar akal pertama, dan memancar akal kedua dan langit kedua
demikian seterusnya hingga akal kesepuluh dan bumi. Akal pertama adalah
malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril. Ibnu Sina berpendapat
bahwa akal pertama mempunyai dua sifat, sifat wajib wujudnya sebagai pancaran
dari allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya.
Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: tuhan,
dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari
pemikiran tentang tuhan timbul akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya
sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai
mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Jiwa manusia, sebagai jiwa-jiwa lain dan segala apa yang
terdapat dibawah bulan, memancar dari akal kesepuluh. Sebagai Aristoteles Ibnu
Sina membagi jiwa dalam tiga bagian:
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan
daya-daya:
-
Makan
(nutrition)
-
Tumbuh
(growth)
-
Berkembang
biak (reproduction)
2. Jiwa binatang dengan daya-daya
-
Gerak
(locomotion)
-
Menangkap
(perception)
Dengan dua bagian menangkap dari
luar dengan pancaindra dan menangkap dari dalam dengan indra-indra dalam.
3. Jiwa manusia dengan dua daya:
-
Praktis
(practical) yang hubungannya dengan badan
-
Teoritis
(theoretical) yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak
Menurut pendapat ibnu sina jiwa
manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari
badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan
dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sesungguhnya jiwa manusia tak mempunyai
fungsi-fungsi fisik, dan dengan demikian pada permulaan wujudnya badanlah yang
menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir. Pancaindra dan daya–daya batin dari
jiwa binatanglah seperti indra bersama ,estimasi dan rekoleksi yang menolong
jiwa manusia untuk memperoleh konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya.
Ibnu Sina telah mengatakan bahwa
jiwa manusia jika memikirkan sesuatu maka ia memikirkan hal itu dalam
hubungannya dengan akal fa’al, dan ini benar. Mereka mengatakan hubungannya
dengan akal fa’al ini ialah karena ia harus menjadi akal fa’al itu
sendiri, karena ia menjadi akal mustafad. Sedangkan akal fa’al itu sendiri
berhubungan dengan jiwa sehingga ia menjadi akal mustafad.
Ibnu Sina menambahkan lagi
sesungguhnya orang yang mengatakan bahwa sesuatu tidak bias menjadi sesuatu
yang lain, baik dengan jalan perubahan dari satu ke kondisi lain, maupun
melalui jalur komposisi dengan sesuatu lain untuk menjadi sesuatu yang
ketiga, bahkan ia sebagai sesuatu yang lain sehingga berubah menjadi satu
bentuk lain, adanya pernyataan emosional yang tidak logis , karena jika
masing-masing dari dua perkara itu ada maka ada dua hal yang berbeda , tetapi
jika salah satunya tidak ada maka yang ada itu gugur.
Ibnu Sina menganggap logika sebagai
kunci filsafat, yang pencarian pengetahuannya adalah kunci kebahagiaan manusia.
Logika menjalankan fungsi tersebut dengan membantu menarik konsep-konsep dan
penilaian-penilaian yang belum diketahui dari-konsep-konsep dan
penilaian-penilaian yang sudah diketahui sehingga meningkatkan derajat
pengetahuan kita, konsep adalah obyek mental tanpa penegasan atau negasi,
penilaian adalah objek mental dengan penegasan atau negasi. Logika melakukan
hal ini dengan bertindak sebagai perangkat aturan atau kaidah untuk membedakan
abash atau tidaknya frasa-frasa penjelas yang mewujudkan konsep-konsep serta
merupakan instrument untuk bergerak dari konsep-konsep yang dikenal ke
konsep-konsep yang tak di kenal, maupun bukti-bukti yang mewujudkan
penilaian-penilaian , dan alat untuk bergerak dari penilaian – penilaian yang
diketahui. Sebab yang abash membawa kepada kepastian dan yang tidak abash
kepada kepalsuan (kekeliruan). Pengetahuan hanya dapat dicapai melalui
penggunaan logika, kecuali jika pada kesempatan yang langka, tuhan memberikan
pengetahuan ini tanpa usaha manusia.
Pemikiran ibnu sina dalam bidang
pendidikan antara lain berkenaan dengan lima aspek pendidikan yaitu tujuan
pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dalam
pendidikan.
Pentingnya pendidikan akhlak adalah untuk membimbing para
peserta didik dalam pendidikan Islam, pendidikan
akhlak memang menjadi prioritas penting. Bahkan akhlak mulia menjadi salah satu
indikator penting. Namun dalam pelaksanaan pendidikan akhlak, tampaknya belum
ditemukan yang tepat dan jelas. Padahal persoalan akhlak menjadi masalah utama
yang terjadi. Oleh karena itu para pendidik harus memperhatikan system
yang dilakukan.
Kedua, pendidikan al-Qur'an sebagai model. Ibn
Sina yang sering dikenal dunia internasional sebagai ahli di bidang kedokteran
dan filosof, ternyata memahami benar tentang al-Qur'an. Bahkan di usia yang
masih muda, sekitar 10 tahun, ia telah menghafal seluruh al-Qur'an. Itu artinya
al-Qur'an sangat menentukan keberhasilan Ibn Sina sebagai seorang ilmuan, dan
menawarkan pentingnya mempelajari al-Qur'an yang dimulai sejak kecil.
Ketiga, pendidikan yang berorientasi kepada jiwa
(al-nafs). Salah satu pemikiran penting Ibn Sina dalam filsafat adalah konsep
jiwa. Jika ditelusuri pemikiran pendidikan Islam Ibn Sina nampaknya akan
diarahkan kepada pengembangan potensi anak didik sehingga memiliki tingkat jiwa
yang tertinggi, yaitu al-aql al-mustafad. Memahami bahwa konsep jiwa yang
ditawarkannya telah mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual
sebagaimana yang dikenal dewasa ini, bahkan melebihi dari konsep itu.
Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi
kepada kecerdasan jiwa tersebut. Dengan jiwa yang suci,akan memudahkan anak
didik menguasai berbagai ilmu yang dipelajarinya serta mudah pula membina
kepribadiannya.Pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs) dapat
mencerdaskan peserta didik dan membentuk kepribadian yang berakhlak mulia.
Pemikiran lain dari Ibnu Sina ini adalah”Pendidikan tidak boleh mengabaikan
perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan
fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,” tutur
Ibnu Sina,
Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya
memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh
termasuk, jiwa, pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat
penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi
masa dewasa.
- Masa Baru Lahir hingga umur dua tahun : dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan, memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.
Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya
sejuk; tidak terlalu dingin dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus
remang-remang, jangan terlalu terang. Menurut dia, sang ibu harus memandikan
bayinya lebih dari satu kali dalam sehari, dia juga harus menyusui anaknya
sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang dibutuhkan bayi.
Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai
diperkenalkan dengan memakan makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi
bisa memakan roti yang dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu
makanan tersebut diberikan kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi
sedikit dia disapih. Sebab penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan
secara drastis.
- Masa kanak-kanak: Menurut Ibnu Sina, masa
kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental, dan moral. Oleh karena
itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-anak harus
dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan moralnya.
Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus dibangunkan
dari tidur.
- Masa Pendidikan: Pada masa ini, anak-anak sudah
berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini, anak-anak harus mempelajari
prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi Arab, kaligrafi, juga para
pemimpin Islam.
Menurut
Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-kelompok,
bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu, mereka bisa
belajar mengenai arti persahabatan.
- Masa usia 14 tahun ke atas: Pada masa remaja ini, mereka
dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu supaya memiliki keahlian
khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran yang sesuai dengan bakat
mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk mempelajari dan bekerja di bidang
yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami. Namun pelajaran dasar harus
diberikan kepada mereka.
Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja
harus diberikan karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar
harus menjadi seorang ahli dalam bidang tertentu yang akan mendukung
pekerjaannya di masa depan.
KESIMPULAN
Pemikiran-pemikiran Ibn Sina di atas membuktikan
bahwa ia adalah seorang tokoh pendidikan Islam, di samping bidang-bidang lain
yang dikuasainya. Oleh karena itu di antara pemikirannya patut dianalisis dan
perlu dijadikan referensi dalam pengembangan pendidikan Islam saat ini. Dalam
hal ini, ada beberapa pemikirannya yang patut dikembangkan dan dipakai
karena dianggap efektif dengan kondisi pendidikan Islam, khususnya di
Indonesia, di antaranya: pendidikan diselenggarakan berbasis akhlak, pendidikan
al-Qur'an harus diterapkan selain sebagai pedoman hidup juga akan menjadi inspirasi
dan motivasi untuk meraih prestasi, pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang
berorientasi kepada pendidikan jiwa (al-tarbiyah al-nafsiyah) yang akan
diharapkan mampu melahirkan peserta didik yang cerdas, beriman dan berakhlak
mulia. Selain itu terdidik sejak kecil juga perlu namanya pendidikan. Mulai
dari lahir hingga dewasa.
Daftar pustaka
Mukti, Zaitun.1995.Islam dan
Dorongan Berfilsafat.Bandar Lampung.Gunung Pesagi
Abuddin
nata,2001. Pemikiran para tokoh pendidikan Islam, Jakarta,Raja Grafindo Persada
Zainal
Abidin Ahmad.1974.Ibnu Sina Sarjana Filosoof Besar Dunia.Jakarta,Bulan Bintang
Ibrahim Madkour. 1993.Filsafat Islam, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
M Arifin.1994. Filsafat Pendidikan
Islam.Bumi Aksara. Jakarta
http://tanbihun.com/pendidikan/metode-pendidikan-dalam-pandangan-tiga-ilmuwan-islam/ diunduh tanggal 14-03-2012