Cerita Pendek (CERPEN)
Sunday, April 7, 2019
Kekasih Kecil Ku
Ayuanan kaki
mengantarakan kepada kelas di pagi itu. Sebenarnya saya kurang suka menuju
tempat itu, namun orang-orang ku memaksanya agar aku mampu mempelajari
pelajaran dikelas guna pelajaran hidup saat nanti. Rasa malas dan bosan pasti
dirasakan oleh teman-teman seatap. Bukan aku tak butuh hal itu, namun aku tak
butuh alasan lain selain rasa kantuk pada keadaan yang tak ada perubahan yang
kreatif dari sang pemimpi.
Soal mimpi aku
hanya bercita-cita menjadi pemimpi dihadapan para pemimpi pulas atas bangku. Satu
yang ingin ku buktikan, bermain dalam bercita-cita agar tidak setengang hidup
yang ku alami saat aku sudah dewasa nanti, dalam benak ku kala itu. Tapi
nyatanya benar juga, tegang kehidupan ku selalu ku rasakan saat melayani
seorang perempuan yang bermimpi menjadi pendamping ku.
“Ah, kamu PD
sekali dengan kata-kata mu itu, apa kamu gak ingat ketika dulu kamu memendam
perasaan pada seorang pemimpi?” Kata si Teguh. Aku jawab dengan tegas, “bukan
aku lupa dengan itu kawan, aku memang pernah membayangkan untuk dibelai oleh rasa
kasih sayangnya, supaya aku semangat bermimpi dengan duduk didepan sendiri agar
dapat perhatian penuh olehnya.” Ku sambil ketik rasa-rasa di buku diare milik
ku semabri duduk dipaling depan agar tak terhalang oleh barisan orang
menyukainya. “aku tidak akan lupa teman, tapi dikala itu aku tidak pernah
merasa di sakiti.”
Teng... teng....
teng..... teng... teng....
Alhamdulillah, sudah
selesai dan kantuk ku sudah lupa pada mata ini, pergi berlari mengelilingi
atap-atap rang ku. Mendekatmu agar mendapat perhatian lebih sudah ku rencanakan.
Disaat malam datang, ku nyalakan lampu Ublik, terlihat buku tulis diadalam tas,
ku buka-buku itu untuk mengigat lagi pelajaran, namun hanya suaramu yang yang
berbaris di dalan lembar-lembar buku tanpa kulit, yang bernada kecil seperti
posturmu. Emang posturmu itu yang membuat aku tertarik. Dan bukti kalau kau
juga setia pada ku sekecil itu. Masih banyak waktu luang untuk mendapat
perhatian mu selain dikelas, yaitu didinding tempat mu bersandar dan pengaris
yang kau pegang tadi. Aku mencoba meraba bersenyum yang bersuara keras diahapan
teman-teman seabad yang biasa ku lakukan agar sedikit lupa dengan bayangan mu.
Bel berbunyi
menandakan sudah saatnya bersama mu lagi, ah salah lagi aku. Ternyata tanda
kalau aku harus memulai bersimpu tangan agar tidak berhayal dan merayunya. “Jangan
malas-malas, nanti kamu nyesal kalau sudah dewasa.” Kata Bapak Guru ku. Benar juga
guru ku, kalu malas pasti akan ditingalakan oleh kekasih yang tak mau mengerti
keadaan ku pagi ini hahahah.... Sisa-sisa cinta bersama mu, eh sisa-sisa waktu
bersama teman menungu kepulanagan lelah ini telah usai. Aku ingin yang terahir
diruang itu supaya kamu tanya kenapa tidak cepat pulang, dalam benak ku. Ternyata
hanya di ajak duduk di beda bangku yang lumayan jauh dari tempat aku duduk,
tapi di tempat teman ku bertunduk kebawah sambil menceritakan perasaan dia.
Langkah ku
semakin lelah menyusuri persaan mu itu, berulang kali aku mencoba mendekat
supaya kamu mengerti apa yang sedang ku bayagkan disaat suara mu mulai keluar,
bukan pelajaran yang ku dengar dengan jelas, namun pelajaran supaya aku memahami
mu saja yang aku mengerti.
Dilain waktu, buku
ini saya pinjamkan agar kamu memahami cerita didalamnya ada cerita tentang kita
nanti. Saya juaga tidak mengerti apa cerita didalamnya, karena saya tidak suka
dengan cara novel itu bercerita kepda setiap pembacanya. Aku hanya ingin
bercerita disaat kamu mengirimkan sepucuk lembar surat untuk ku yang kau sisipkan
melalaui pak pos yang kita utus. Tak ada kata putus selain bernyayi sayunara
ketika kamu beranajak dari bangku cita-cinta ku. Nyatanya dia tak pernah
mengatakan dan mengirim surat itu sampai kapan pun selain membaca surat mu
untuk orang lain. Tapi aku tidak merasa sakit dengan itu, mungkin karena kau
tidak pernah beri aku harapan sedikit pun harapan untuk ku selain harapan agar
supaya mencintai dengan tulus walau tak terbaca. Itu pelajaran yang selama ini
yang dapat akau mengerti sampai dewasa ini.
Aku ingin
kembali seperti saat itu, agar tak merasakan WA yang bercentang dua biru terus
kau bilang tak dapat dibaca.